Elpis an Evisage of Hope a Duet
Solo Exhibition
Suanjaya Kencut
July 9 – August 10 2021
Langgeng art Fonundation
Sebuah karya tulisan dari Hesiod, seorang penyair dan filsuf Yunani kuno (berjudul Works and Days, ditulis di tahun 700 SM) menuliskan sebuah versi mitos mengenai kotak Pandora. Kotak pandora menceritakan bermulanya kesengsaraan manusia. Salah satu versi dalam mitos mengenai kotak Pandora, kotak ini begitu rahasia dan tidak boleh dibuka, konon, kotak ini berisi kejahatan, rasa takut, kengerian, bahkan penyakit yang membawa kematian bagi manusia, penyakit dengan segudang rasa sakit. Pandora selain berisi hal buruk, yang paling menarik di dalamnya ada sebuah unsur bernama harapan.
Sebuah karya tulisan dari Hesiod, seorang penyair dan filsuf Yunani kuno (berjudul Works and Days, ditulis di tahun 700 SM) menuliskan sebuah versi mitos mengenai kotak Pandora. Kotak pandora menceritakan bermulanya kesengsaraan manusia. Salah satu versi dalam mitos mengenai kotak Pandora, kotak ini begitu rahasia dan tidak boleh dibuka, konon, kotak ini berisi kejahatan, rasa takut, kengerian, bahkan penyakit yang membawa kematian bagi manusia, penyakit dengan segudang rasa sakit. Pandora selain berisi hal buruk, yang paling menarik di dalamnya ada sebuah unsur bernama harapan. Di dalam kisah mitologi Pandora ada tokoh bernama Elpis. Ia digambarkan sebagai seorang wanita muda dengan membawa rangkaian bunga di tangannya. Elpis dalam mitologi ini adalah roh harapan.
Suanjaya Kencut dan Valdo Manullang adalah dua seniman yang berteman akrab semenjak mereka menjadi mahasiswa seni di ISI Yogyakarta. Mereka berdua memilih gaya yang sama dalam pengkaryaan mereka yaitu bentuk pop surealisme. Suanjaya Kencut dengan latar belakang budaya Bali, memiliki optimisme dan kegembiraan yang hadir di dalam karyanya. Warna yang cerah dengan medium akrilik saling bertabrakan dengan figur boneka yang khas membentuk sebuah lanskap fantasi yang bersifat dinamis dan gembira. Valdo Manullang dengan latar belakang kristianitas menghadirkan sebuah narasi yang menghadirkan simbol-simbol kehidupan duniawi dan spiritual dalam warna monokrom hitam putih dengan tehnik medium bubuk konte.
Di dalam pameran ini Elpis menjadi tajuk sekaligus metafora atas tema yang mereka usung yaitu mengenai harapan. Melalui dua pendekatan yang berbeda, Suanjaya Kencut menggunakan simbolisme tokoh berwujud “boneka si mata kancing” yang dalam pameran kali ini berwujud bebungaan, warna-warna cerah yang bertabrakan namun berada dalam kerangka harmoni, seperti rangkaian bunga Elpis dalam mitologi. Berbeda dengan Valdo Manullang yang mengarah ke lapisan psikologi yang dalam dan imajinasi akan spiritualitas, dengan adil dia memaknai spirtualitas duniawai dan setelah kematian, dimana dua hal ini memiliki kedudukan yang sama dengan kehidupan, seperti Elpis yang membawa makna harapan di tengah kengerian peristiwa dunia.
Proses penciptaan pameran ini berlangsung di saat pandemi Covid-19 tengah bergejolak, khususnya di gelombang pandemi ke-2. Keadaan sehari-hari berubah menjadi sebuah bentuk ketidakpastian yang hanya bisa ditangkal dengan menanam harapan untuk terus bergerak. Tidak disangka ketika pameran ini akan digelar, gelombang pandemi ke-2 terjadi dan sepertinya karya-karya yang hadir dalam Pameran Elpis merupakan cermin dari situasi saat ini, sebuah rangkaian gambar mengenai harapan akan kehidupan yang baru, yang lebih aman dan baik bagi semua orang.
Di dalam karya Suanjaya Kencut, ia dengan sadar memilih bunga sebagai bentuk eksplorasi dan juga seri karyanya. Berawal dari ingatannya di masa kecil, Suanjaya Kencut bercerita mengenai memorinya tentang bunga dan ibunya. Ibunya sering mengajak Suanjaya Kencut kecil ke ladang untuk memetik bunga yang mekar. Ibu Suanjaya Kencut menjadikan bunga-bunga di ladang untuk dijadikan persembahan untuk sembahyang dan beberapa menjadi barang dagangan ibunya. Suanjaya Kencut sangat dekat dengan warna cerah persembahan dan bunga. Bunga menjadi memiliki makna yang dalam sebagai sebuah ingatan masa kecil dan simbol atas kekuatan yang memurnikan. Tradisi Bali yang menjadi akar budaya dalam kehidupan Suanjaya Kencut memiliki makna bunga sebagai suatu yang suci dan memurnikan. Bunga di dalam karya Suanjaya Kencut menjadi sebuah harapan akan kesembuhan tapi juga ada unsur parodi di dalamnya bentuknya yang bulat mengingatkan kita dengan virus corona, apakah ini menjadi sebuah parodi akan kehidupan kita sekarang?
Valdo Manullang seorang pelukis yang sangat kuat dalam tehnik realis. Tehnik realisnya membawa visual dan simbol fantasi menjadi sebuah dunia yang seolah-olah nyata. Di dalam proses pameran, Valdo secara personal melakukan refleksi dan pergumulan mengenai sakit dan kesembuhan. Ia melakukan pendekatan teologi harapan di dalam proses penciptaan karyanya, membawa unsur transenden atau supra natural atas adanya kehidupan baru setelah berada di dalam sebuah situasi percobaan. Tema kristianitas muncul dalam objek visual. Sebuah petikan dari Kitab Yehezkiel: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat,” menjadi sebuah jembatan akan bagaimana janji akan harapan bersanding dengan keadaan duniawi. Persandingan simbol yang memiliki narasi akan harapan baru diselipkan ke dalam karyanya dalam pameran ini. Warna hitam dan putih yang Valdo hadirkan melalui medium bubuk konte menjadi sebuah gambaran yang mengajak kita masuk ke dalam lapisan psikologis yang mungkin kebanyakan orang hindar. Pertanyaan-pertanyaan atas kematian dan kehidupan baru, duniawi dan spiritual menjadi sebuah fragmen yang reflektif atas situasi yang kita alami sekarang.
Elpis hadir dalam ruang pameran membisikan harapan dalam berbagai gambaran. Kita juga adalah Elpis yang digambarkan di dalam karya-karya yang dipamerkan di pameran duet Valdo Manullang dan Suanjaya Kencut kali ini. Sampai kapan kotak pandora ini akan terbuka, atau dibiarkan terbuka supaya kita semakin mengenal dan menghidupkan harapan, tidak hanya bagi diri kita sendiri tapi juga bagi banyak orang.